Setelah Kholilullah Nabiyullah Ibrohim A.s, Ibunda Hajar, dan Nabiyullah Ismail A.s berjuang, beliau juga melakukan pengorbanan. Siapa yang tidak tau pengorbanan Nabi Ibrohim A.s? Berkorban 1.000 ekor kambing, 500 ekor sapi, dan 300 ekor unta. Bahkan pendistribusian daging korbannya sampai ke wilayah Nabiyullah Luth A.s, serta ke wilayah/umatnya, Nabiyullah Ishaq A.s.
Kata "qurban" masih seakar dengan kata "taqarub" yang bermakna mendekatkan kepada Sang Pencipta. Hening antara qurban dengan taqarub, wajib ada syukur. Tanpa syukur, akan menyebabkan tiga titik dihuruf "ش (syin)" pada kata "شكر" akan hilang, sehingga menjadikan "سكر (saker)" atau diartikan oleng. Oleng dibidang ubudiyah, muamalah, atau tarbiyah, dan seterusnya, dan sebagainya. Seperti kehidupan saat ini pada umumnya, atau boleh disederhanakan "Krisis Syukur."
Mengapa demikian? Kita bisa menanyakan kepada individu yang melakukan ibadah maghdhoh sholat, mayoritas jawabannya adalah karena suatu kewajiban. Bukan karena perwujudan dari rasa syukur. Dataran syariat, benar adanya. Namun, sebagai manusia tentunya tidak ingin terselip dengan tumbuhan, yang makin waktu bertambah tumbuh dan berekspresi untuk jatidirinya, bukan hanya tetap diam. Begitu pun seorang mukmin, tentunya wajib naik great terhadap keimanannya.
Padahal, sholat merupakan anugrah Allah Swt kepada umat Kanjeng Nabi Muhammad Saw, sebagai media komunikasi dengan Allah Swt, dan aplikatif dari pengejawantahan rasa syukur. Syukur atas nafas (O2) yang diberikan cuma-cuma, penglihatan mata, pendengaran telinga, rasa pada lidah, dan seterusnya, dan lain sebagainya. Penegasannya pun jelas di Q.S Ibrahim: 7, bahkan di-taqlik-kan bahwa:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Artinya : "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"
Sederhana sekali bukan? miftah/kunci hidup adalah syukur.
Selain itu, manivestasi dari ibadah sholat juga konkrit, yakni untuk menjinakkan tujuh atau sembilan nafsu pada diri manusia. Nafsu tidak bisa dikalahkan, dan selalu ada pada diri manusia. Itulah, amanat yang terberat bagi makhluq ciptaan Allah Swt yang bernama manusia. Sehingga manusia menyandang predikat khalifah fil ardli, tentunya bagi yang mampu memuthmainnahkan nafsunya. Hal tersebut, selinear dengan firman Allah Swt;
ياايتهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ , ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai." (Q.S Al-Fajr 27-28)
Jikalau demikian, ungkapan "Kaya tanpa harta, Menang tanpa mengalahkan, Sakti tanpa ajimat," akan diledzatkan lebih menuju panjatan keridloan.
InsyaAllah...
No comments:
Post a Comment