َBerita dipelosok dunia hari ini, sekarang bisa langsung diterima masyarakat Indonesia saat peristiwa tersebut terjadi. Dengan kemutakhiran tekhnologi informasi, semua warta dapat langsung diketahui oleh warga, baik yang di perkotaan, di pedesaan, di pinggir laut atau pun yang di pegunungan, selagi masih terjangkau oleh penyedia layanan transmisi. Hanya dengan sentuhan lentik jari-jemari, informasi tersebut dapat diakses.
Dengan mulai berkembangnya informasi digital, tidak sedikit media surat kabar yang mengalami kerugian, sehingga harus mengikuti irama kemajuan informasi, yakni media digital. Setiap individu pun, harus siap menerima kenyataan ini, jangan sampai salah memanfaatkan, atau membuang waktu dan tenggelam dalam zona maya. Terlebih para orang tua, pengawasan terhadap anak dalam searching, atau durasi penggunaan gadget atau laptop. Karena jika berlebih, dampak negatif sinar biru sangat tidak baik untuk patologi mata, yang akhirnya menyebabkan kelainan penglihatan. Dalam istilah refraksi optisien, jatuhnya cahaya atau bayangan tidak tepat di depan retina.
Berita atau kabar, bisa menjadi salah satu sumber pengetahuan. Penyebaran berita secara luas dan cepat, dapat menciptakan suatu komunitas yang dirantai oleh pengetahuan yang serupa. Mulai disini, muncullah istilah komunikasi. Yakni usaha berbagi berita atau pengetahuan, sehingga terwujud suatu komunitas. Kelanjutannya, komunitas dari pengetahuan atau berita yang sama, dapat berubah wujud menjadi komunitas untuk mengambil keputusan dan aksi, atau tindakan yang sama. Seperti halnya isu SARA.
Bagaimana dengan berita yang disebarkan tidak benar atau hoax? tentunya semua sepaham, bahwa itu salah alias keji. Apa pun sukunya, atau pun agamanya. Bahkan, ada beberapa negara yang memblock layanan media sosial. Dengan dalil, melihat dampak buruknya yang lebih banyak, dibandingkan dengan kemaslahatan dari berita tersebut. Baik kemaslahatan bagi kepentingan kelompok atau golongan, atau pun kepentingan yang bersifat stabilitas keamanan suatu negeri.
Ditengok dari ajaran Islam, berita palsu sudah jelas dilarang. Jangankan menfitnah atau mengada-ada , memberitakan laku jelek orang yang real dilakukan (ghibah), itu pun berdosa. Persamaannya sama dengan menusuk sesama. Apalagi dengan mewartakan berita yang bermadzhab hoax. Landasan tekstualnya jelas, yaitu:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S Al-Hujarat: 6)
Dari kacamata ajaran Kristen, Bapak Suci mengundang kaum now untuk mengikuti teladan-teladan Bunda Maria yang terbiasa, “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya, dan merenungkannya.” (Lk. 2:19,51). Sedangkan Paus Fransiskus (21 Maret 2017) menghimbau kepada kaum now, untuk tidak menelan langsung warta yang diperoleh dari media sosial. Tambahnya, “Program-program televisi dipenuhi oleh apa yang dinamakan reality show, tetapi mereka bukanlah kenyataan; semuanya itu hanyalah menit demi menit yang berlalu di depan sebuah kamera dimana para tokohnya menjalani hidup tanpa sebuah perencanaan. Jangan kalian disesatkan oleh gambaran palsu tentang kenyataan.”
Dalam ajaran Hindu, menyebarkan warta kebenaran termasuk dharma. Yajurveda XXVI.2 menyatakan, “Hendaknya disampaikan sabda suci ini kepada seluruh umat manusia, cendikiawan-rohaniawan, raja/pemerintahan/masyarakat. Para pedagang, petani dan nelayan, serta para buruh, kepada orang-orangku dan kepada orang asing sekalipun.”
Sri Budha juga berpesan kepada penduduk Kalama (Bihar, India) dalam menyikapi informasi yang mereka terima, agar tidak mudah percaya begitu saja. Ajakan atau undangan kepada semua orang (tanpa kecuali) untuk datang dan melihat, melakukan verifikasi terhadap suatu hal untuk mendapatkan bukti. Kebenaran yang diajarkan Sri Budha kepada murid-muridnya bersifat ehipassiko.
Dengan demikian, lebih baik kita diam dan mencurahkan pikiran atau energi untuk menyiapkan langkah ke kehidupan berikutnya. Ada pun informasi keruh yang masih berseliweran, biasanya sudah merupakan setting-an (by design) golongan atau jamaah untuk mencapai hajatnya. Untuk sekarang, yang jadi pegawai, pakemkan pada rutinitasnya. Bagi penuntut ilmu, konsenkan pada kejernihan pengetahuan dan tebarkan yang baik. Para pengusaha, mulai berbisnislah dengan tetap beretika dan berkontribusi untuk kemaslahatan Nusantara. Mulai berkaryanya kapan? tentunya dimulai saat now.
No comments:
Post a Comment