Monday, December 10, 2018

Barakah & Karamah

Amaliyah nahdliyin yang sudah membumi, pada dasarnya adalah sebuah identitas kultural keagamaan yang dianut  mayoritas umat Islam di Indonesia. Sebagai warga Nahdliyin tentu memiliki ikatan bathin untuk menjaga tradisi-tradisi ibadah  maghdoh  ataupun  mu’amalah yang telah dilakukan turun temurun sejak para Wali Songo menyebarkan agama Islam ke Nusantara.

Akhir-akhir ini makin marak gerakan-gerakan yang ingin menghapus praktek-praktek ibadah yang telah diajarkan sejak zaman Rasulullah Saw, Sahabat, Tabi’in dan seterusnya sampai di masa sekarang.

Gerakan-gerakan yang ingin menghancurkan tradisi-tradisi umat Nahdliyin, muncul karena khazanah keagamaannya sangat minim, sehingga akan berputar di masalah-masalah bid’ah.

Padahal jika kelompok tersebut, memiliki ilmu yang cukup, mereka dapat memahami bahwa dzikir adalah mengingat Allah, termasuk dzikrul-maut,  membaca al-Qur’an adalah  ibadah, memanjatkan do’a merupakan wujud penghambaan kepada Sang Rahim, dan wirid adalah membaca bacaan tertentu (bagian  isi dari al-Qur’an) secara berulang-ulang dengan tujuan mendapat pancaran Ilahiyah.

Dengan sendirinya tradisi Haul dan Ziarah ke makam para Waliyullah tentu akan di absahkan, jika mereka benar-benar mengaplikasikan ilmunya. Sebagaimana dalam kaidah fiqh dikatakan sebagai: “al-Adah muhakamah ma lam yukhalif al-syar” (tradisi diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariah).

A. Memahami Barakah & Karamah

Secara etimologi “barakah” berasal dari bahasa Arab yaitu “barokah” yang berarti berkah atau bahagia. Sedang menurut istilah mengandung arti yang beragam, yaitu disesuaikan dengan lafadz dalam rangkaian kalimat berikutnya. Barakah antara lain mengandung makna ziyadah dan nama’ (pertambahan). Kedua arti lafadz tersebut mencakup sesuatu yang dapat diraba (hissi) dan yang tidak dapat diraba (ma’nawi), artinya berwujud nyata maupun tidak nyata secara bersamaan.

Landasan naqli mengenai adanya Barakah

كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Q.S. Shad : 29)

وَقُل رَّبِّ أَنزِلْنِي مُنزَلًا مُّبَارَكًا وَأَنتَ خَيْرُالمنزلين

Artinya: “Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat.
 (Q.S. al- Mu’minun : 29)

Karamah berasal dari bahasa Arab yakni “karomah” yang memiliki arti kehormatan. Sedang menurut istilah karamah adalah kelebihan yang diberikan oleh Allah Swt. kepada orang-orang shaleh atau para waliyullah. Kelebihan tersebut dapat berupa pengetahuan sebelum terjadinya suatu peristiwa atau hal-hal lainnya yang tidak sesuai dengan kebiasaan yang lazim terjadi pada umumnya.

Sumber naqli tentang adanya Karamah

وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ

Artinya: “Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, beliau dapati makanan disisinya. Zakariya bertanya: “Hai Maryam dari mana Anda memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah.”” (Q.S. Ali Imran : 37)

B. Upaya Mendapatkan Barakah & Karamah

Barakah dan Karamah pada hakikatnya sebuah rahasia Allah Swt. dan pancaran dari-Nya yang bisa diperoleh siapa saja yang dikehendaki-Nya. Setiap Muslim bisa mendapatkan barakah dan karamah ketika yang bersangkutan mampu meningkatkan kualitas Iman dan Taqwa terhadap Allah, juga meningkatkan amal kebajikannya.

Proses pencarian barakah dikenal dengan  istilah “tabarruk,” baik dengan perantara personal atau tabarruk dengan amaliyah.

Berikut sumber naqli tentang upaya mendapat barakah dan karamah

 إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

Artinya: “Kami tidak menyembah mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Q.S. Az-Zumar: 3)

يَا أَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوااللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (Q.S. Al-Maidah : 35)

Rasulullah Saw. bersabda:
Barangsiapa yang melihat wjah orang Alim dengan merasa ta’dzim kepadanya, maka Allah Swt. membalas dari menglihatnya itu, malaikat yang memohon ampun untuk orang tersebut sampai hari qiamat.”

Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang menghormati (memuliakan) kepada orang ‘Alim, maka sesungguhnya ia telah memulikanku, dan barangsiapa yang menghormatku maka sesungguhnya telah memuliakan Allah Swt., dan barangsiapa yang memuliakan Allah Swt. maka tempatnya itu adalah syurga.

Dari Asma’ binti Abu Bakar r.a berkata: “Ini adalah jubah Rasulullah Saw. yang dimiliki Aisyah r.a, hingga kemudian Aisyah wafat. Ketika Aisyah wafat, maka saya menyimpannya. Dahulu  Nabi Muhammad Saw. memakainya, dan kami mencucinya untuk menyembuhkan orang-orang yang sakit." (H.R. Muslim)

Dari Aisyah r.a berkata: “Bahwa Rasulullah Saw. mengobati keluarganya yang sakit dengan (barakah) surat Mu’awwidzatain." (H.R. Muslim)

C. Mengidentifikasi Dalil Haul

Haul berasal dari bahasa Arab, yang memiliki arti satu tahun. Peringatan haul berarti peringatan satu tahun, dan lazimnya digunakan untuk memperingati satu tahun sepeninggalan anggota keluarga. Gema haul akan lebih menggema bilamana yang meninggal itu seorang ulama besar, tokoh kharismatik dan pendiri sebuah madrasah atau pesantren.

Acara haul biasanya bervariasi; ada Tahlilan, Ta’lim atau Pengajian, Khotmil Qur’an, pembacaan Maulid Dziba atau al-Barjanzi dan lainnya. Banyak sedikit pengunjung dipengaruhi tingkat ketokohan atau kharismatik dari almarhum atau almarhumah, dan sudah dipastikan mayoritas yang hadir adalah warga nahdliyin, sedangkan yang lain biasanya adalah tamu undangan. Meraka mengunjungi haul tanpa ada paksaan, tetapi karena ikatan batinlah yang menggerakkannya.

Dengan kehadiran umat muslim yang banyak itulah, para penyelenggara biasanya memandang perlu diadakan  majlis ta’lim atau mau’izhoh hasanah untuk santapan rohani pengunjung.

Berikut sandaran amaliyah yang berhubungan dengan Peringatan Haul

Rasulullah Saw. berziarah ke makam Syuhada dalam perang Uhud dan makam keluarga Baqi’; Beliau menhaturkan salam dan mendoakan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan”
(H.R. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)

Al-Waqidi berkata: “Rasul Saw. mengunjungi makam para pahlawan uhud setiap tahun. Jika telah sampai di Syi’ib”, Rasul agak keras berucap: “As-alamu ‘alalikum bima shabartum fani’ma ‘uqbah ad-dzar (semoga kalian selalu beroleh kesejahteraan atas kesabaran yang telah kalian lakukan. Sungguh akhirat adalah tempat paling nikmat). Abu Bakar, Umar dan Ustman melakukan hal yang serupa.

Diriwiyatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. membuat empat garis di tanah, beliau bersabda: “Tahukah kalian apa ini?” Mereka (Sahabat) menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Rasulullah Saw. menjawab: “Wanita syurga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Mayam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun” Abu hatim berkata: “Khadijah wafat tiga tahun sebelum hijrah Rasulullah Saw. ke Madinah.” (H.R. Muslim)

D. Identifikasi Dalil Tradisi Ziarah Waliyullah

Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari dari Rasulullah Saw. bahwa beliau memandang gunung Uhud maka sabdanya: “Terkadang seorang lelaki dari umatku, ada yang menyamai satu huruf dari pada tasbihnya seperti gunung ini.”

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud: “Saya telah melarang ziarah kubur. Maka ziaralah, sebab ziarah menjadikan zuhud di dunia dan mengingatkan pada akhirat.” (H.R. Ibnu Majah)

Syaikh Zainuddin bin Ali Al-Malaibary menuangkan dalam Hidayatul Adzkiya’ ila Thariqil Auliya sebagai berikut: “Dan orang-orang yang arif terhadap Tuhan mereka (waliyullah), beliau lebih afdlal dari ahli furu’ dan ushul. Sempurnakanlah pengertianmu. Maka sesungguhnya satu rakaat yang dilakukan oleh orang arif (waliyullah) itu lebih utama dari seribu rakaat dari seorang ‘alim. Maka terimalah keterangan ini.

KH. M. Sjafi’i Hadzami dalam 100 Masalah Agama mengatakan, “Kalau yang dimaksudkan alim ulama adalah mereka yang mempunyai keahlian dalam soal furu’ dan ushul saja, dan yang dimaksud dengan kata-kata: Wali adalah waliyullah, ya itulah mereka orang yang mempunyai ma’rifat kepada Allah Swt. menurut kemampuannya, yang mengekalkan atas kebaktian kepada Allah, menjauhkan segala kedurhakaan, lagi berpaling dari pada berfoya-foya di dalam kelezatan dan kesenangan, maka ketahuilah bahwa para wali itulah yang lebuh utama dari pada para ahli furu’ dan ushul yang dalam hal ini disebut: Ulama atau alim ulama. Dikarenakan  ma’rifat kepada Allah Swt. itu adalah suatu martabat yang tinggi, lebih dari pada lainnya, maka adalah orang yang memilikinya itu tentu lebih afdlal dari pada orang yang belum mencapai martabat ini dari ahli furu’ dan ushul sekaliannya.”

Sebagaimana tertera dalam kitab Jala’i al-Zhalam ‘ala ‘Aqidat al-Awwam: “Bagi setiap muslim yang hendak mencari keutamaan dan kebaikan seyogianya mencari berkah yang berserakan dan mengharapkan terkabulnya doa serta turunnya rahmat dari sisi para wali Allah, berada di majeis dan bergaul dengan mereka, baik sewaktu mereka masih hidup maupun sudah wafat, di makam atau majelis dzikirnya, mengunjungi mereka atau mendengar keutamaan dan kelebihan beliau dan mengikuti jalan hidup beliau.”



No comments:

Post a Comment

Khazanah Keilmuan Ulama Nusantara

Sebelum Islam masuk ke wilayah Melayu Nusantara, khazanah keilmuan yang terekam dalam berbagai naskah  hingga manuskrip masih dipengaruhi ol...