Apabila kita melewati Jalan H.W. Daendels atau jalur pantura Suradadi-Tegal, tepatnya setelah Pasar Suradadi (± 300 m), maka akan mendapati papan reklame dari Yayasan Bina Bakti Muslimat NU. Yayasan yang bernomor statistik 411233280751 tersebut, digagas oleh Nyai Suratmi. Mengelola pendidikan formal, yaitu Taman Pendikan al-Qur'an (TPQ) Hidayatun Nur al-Munawaroh, dan Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Hidayatul Munawaroh. Selain itu, pendidikan non-formalnya, Ta'lim Muslimat NU, Istighosah Kamis Wage, Pengajian Umum Anak-anak, dan Ibu-ibu.
Lokasinya, dari Jalan H.W. Daendels Suradadi, masuk ke utara ± 100 m dipinggir pantai utara laut Jawa. Tepatnya, di Jl. Rajungan RT. 01 RW. 14 Suradadi, Tegal. Kondisi sosialnya, teramat dinamis. Mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, atau mebuka balongan. Saat melintasi wilayah tersebut, saya mendapati masyarakat yang sedang merajut jala, mendempul perahu, menjemur ikan asin, dan rutinitas umum nelayan lainnya.
Lazimnya kebiasaan nelayan, minuman keras menjadi minuman harian. Saat ditanya, mengapa demikian? Alasan dari mereka sederhana, biar badan hangat, saat malam hari atau kala ditengah laut. Pertanyaan berikutnya, kenapa saat berlabuh, malah meminumnya berlebih? jawabnya, karena untuk merayakan atau pesta, kembalinya para nelayan dari laut. Dan masih berjubel alibi untuk membenarkannya.
Kondisi seperti diatas, apakah membuat kendor semangat Nyai Suratmi dalam berdakwah? Tidak sama sekali, malah menganggapnya sebagai ladang ibadah. Sambil berjalan menuju gedung madrasah, beliau menyampaikan qawa'id fiqiyah: 56
عَلَى قَدْرِ الْمَنْفَعَةِ لاَ الْمَشَقَّةِ
Artinya: "Pahala tergantung pada besarnya manfaat bukan kadar kesulitan"
Bersandar pada qawa'id fiqiyah diatas, Nyai Suratmi hingga kini masih istiqomah merawat madrasahnya, dan mendidik santri-santrinya. Ajakan Nyai Suratmi kepada masyarakat sekitarnya, sangat persusif sekali. Misalnya, dia membuat ramuan minuman tradisional sendiri, untuk menggantikan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi minuman keras. Adapun, bahan yang dipakai untuk membuat minuman tersebut adalah jahe merah, kamijara/sereh, ginseng dan akar-akaran lain yang dapat membuat hangat, dan menambah stamina badan saat melaut. Opsi tersebut, diterima oleh sebagian warga. Terutama para santri-santrinya yang berprofesi sebagai nelayan. Berikutnya, tidak memungut biaya pendidikan di madrasahnya, bagi anak yatim dan yang tidak mampu. Seperti tampak difoto, Agung Fadhilah adalah anak yang ditingal wafat ayahnya pada usia tiga tahun, diasuh seperti anaknya sendiri. Saat mendaptinya, dia sedang minta restu karena mau mengikuti test masuk kerja di salahsatu perusahaan Astra Group. Selain itu, Agung juga minta kiat untuk menghindar dari teman-temannya yang kerap mengajak mabuk dirumahnya, dan ajakan faham Islam yang radikal. Sungguh sangat dekat, hubungan santri dengan gurunya. Laiaknya anak dengan orangtua.
Nyai Suratmi juga lebih mementingkan, kebutuhan madrasahnya, dibandingkan tempat tinggalnya. Rumah beliau tidak permanen. Dinding rumahnya hanya memakai papan dan triplek. Lokasinya, tepat dibibir laut. Jika laut pasang, terkadang air laut masuk kerumahnya. Namun tidak demikian dengan kondisi bangunan madrasahnya, yang sudah permanen. Ada enam kelas, dan berlantai dua. Madrasah yang semula rumah bekas, direnovasi secara bertahap dengan biaya sendiri. Ada juga bantuan dari warga yang peduli dengan perjuangannya, dan sebagian infaq dari santri-santrinya yang sudah bekerja.
Madrasah yang dikomandoi Nyai Suratmi, sudah menamatkan delapan belas angkatan. Sekarang sudah memiliki delapan dewan guru. Dengan bimbingan dari para Guru, dan bersinergi dengan Lembaga Pendidikan Ma'arif PCNU Kab. Tegal, madrasahnya mulai termanajemen dengan baik.
Pungkas dalam silaturahmi dikediamannya (Sabtu, 26 Muharam 1440 H), beliau mengutip firman Allah Swt. dalam Q.S An-Nahl: 125
اُدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."
Hanya dengan akhlaq yang baik, ajakan ke jalan yang diridlai Allah Swt. bisa diterima oleh sesama. Andai kebaikan itu dibantah atau ditolak oleh masyarakat, maka konter baliknya pun dengan edukasi yang baik. Itulah, yang diajarkan, dan diwariskan oleh para Guru-guru yang mulia di Nusantara.
No comments:
Post a Comment